Parenting




Bermain Bagi Anak Usia Dini


Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011
S.R. Retno Pudjiati, M.Si
Milik Negara
Tidak Diperjualbelikandan Alat Permainan yang Sesuai Usia Anak

Raya, bayi perempuan kecil berumur 3 bulan, sedang mengeluarkan bermacam-macam suara dari mulutnya sambil memandangi tangannya. Sesekali tangannya dimasukkan ke dalam mulut, diselingi tawa kecilnya. Di dekatnya, Rafi, kakak laki-laki yang berusia 3 tahun, bermain mobil-mobilan dengan menggunakan kulit jeruk bali. Sementara di luar rumah ada 5 anak perempuan dan laki-laki sedang bermain petak umpet sambil tertawa-tawa.

DUNIA ANAK ADALAH BERMAIN
Tahukah Ibu dan Ayah bahwa anak-anak di seluruh dunia melakukan suatu kegiatan yang disebut bermain? Tidak peduli mereka ada di Nigeria, Papua Nugini, Arab, Amerika, Eskimo, Nepal, Medan, Palangkaraya, Timika atau di mana pun. Ananda bisa bermain sendirian maupun dengan teman dan orang dewasa. Ananda dapat bermain dengan menggunakan alat permainan yang memang sengaja dibuat untuk anak-anak dan sudah digunakan di seluruh dunia sejak lama. Contohnya, boneka, bola, mainan yang merupakan tiruan dari alat-alat yang ada dalam kehidupan sehari-hari (seperti, alat masak-masakan, alat pertukangan, alat dokter-dokteran, mobil-mobilan), dan masih banyak lagi. Ananda juga dapat bermain dengan menggunakan apa pun benda yang mereka temukan, seperti kayu, batu, atau daun, menjadi mainan yang mereka inginkan. Ananda bermain seperti yang dicontohkan oleh orang dewasa atau anak-anak lain yang lebih tua. Ananda bermain dengan suara-suara yang mereka keluarkan atau percakapan yang mereka lakukan.
Pada dasarnya, semua orang bermain, dari bayi hingga remaja, bahkan sampai dewasa. Hanya saja, dibandingkan remaja dan orang dewasa, anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya dengan bermain. Hal ini didukung oleh Deklarasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pasal 7:3 yang berbunyi, Anak perlu mendapatkan kesempatan penuh untuk bermain dan berekreasi, sama seperti kesempatan untuk mendapatkan pendidikan; masyarakat dan pemerintah harus berperan aktif mendukung pemenuhan hak tersebut. Nah, karena anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya dengan bermain, maka tidak salah kalau ada ahli yang mengatakan bahwa bermain adalah pekerjaan anak; melalui bermain, anak akan tumbuh dan berkembang.
Sejak bayi, ananda sudah bermain, karena bermain adalah suatu kegiatan yang secara alamiah telah dimiliki oleh setiap anak. Tidak seperti kegiatan berjalan, berbicara, menulis, membaca atau berhitung, yang membutuhkan bantuan dari orang lain untuk mengajarkannya, maka untuk bisa bermain, anak-anak tidak memerlukan orang lain untuk memulai mengajarinya bermain. Sebenarnya, apa sih bermain itu? Secara umum orang berpendapat, bermain adalah kegiatan yang serta-merta atau tanpa direncanakan lebih dahulu, tidak mempunyai tujuan tertentu, dan lebih didorong oleh kebutuhan untuk memperoleh kesenangan.
Jadi, bisa dibilang, bermain adalah kegiatan yang menyenangkan bagi anak dan anak-anak kita melakukannya setiap hari dengan senang hati. Dalam keadaan senang dan santai, tanpa disadari ananda akan lebih mudah mempelajari banyak hal. Semua yang dilihat dan didengar oleh ananda akan dengan mudah diiingat karena lebih berkesan, sehingga sebenarnya amat banyak hal yang dipelajari oleh anak-anak kita saat mereka sedang bermain.

Tentunya, kegiatan bermain anak berbeda-beda saat mereka masih bayi dibandingkan saat berusia 2 tahun. Ketika bayi, kegiatan bermain lebih banyak menggunakan anggota tubuhnya sendiri, kurang banyak menggunakan alat permainan, dan biasanya dilakukan sendirian atau dengan orangtua/orang dewasa lain. Setelah berusia sekitar 6 bulan, ananda mulai senang menggunakan alat permainan yang diberikan oleh orangtua. Sampai usia sekitar 2 tahun, biasanya ananda lebih banyak bermain di rumah dan lebih kerap bermain sendiri atau bersama dengan saudara kandung. Setelah masuk usia prasekolah (PAUD), barulah ananda lebih banyak bermain dengan teman sebaya.
MANFAAT BERMAIN
Dengan bermain, anak akan tumbuh dan berkembang. Ada 5 aspek perkembangan yang akan dirangsang dengan bermain, yaitu :
1. Aspek Fisik-Motorik
Yang dimaksud aspek ¡§fisik-motorik¡¨ adalah kemampuan gerak, baik gerakan kasar maupun gerakan halus. Dengan bermain, ananda diharapkan dapat mengontrol, baik gerakan kasar maupun gerakan halusnya.
Beberapa kegiatan bermain yang dapat dilakukan untuk merangsang gerakan kasar adalah:
a. Gerakan-gerakan menendang atau mengisap jari jemari pada bayi.
b. Berjalan pada satu garis lurus atau mengangkat satu kaki untuk keseimbangan.
c. Dudukkan ananda di pangkuan, pegang di bawah ketiaknya, gerakkan kaki Ibu/Ayah, dan buat suara seolah-olah ananda naik mobil/motor/kuda.
d. Menangkap atau menendang bola, dan masih banyak
10 Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak
Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak 11

Beberapa kegiatan bermain yang dapat dilakukan untuk mengontrol gerakan halus adalah:
a. Menggenggam dan menggerak-gerakkan mainan pada bayi.
b. Bermain dengan tanah liat, play dough.
Kegiatan ini baik untuk melatih keterampilan mengontrol jari-jemari. Sediakan adonan sagu dicampur air, berikan pewarna makanan atau menggunakan saus tomat, kemudian minta ananda mengambil adonan tersebut ke sebuah kertas dan membuat pola atau bentuk sesuai kehendak mereka.
c. Mengambil benda-benda berukuran kecil.
Kumpulkan beberapa benda kecil seperti biskuit, permen, batu kerikil, kulit kerang, dan lain-lain, lalu minta ananda mengambil benda-benda tersebut dan menaruhnya ke dalam botol. Kegiatan ini baik untuk melatih kemampuan gerakan halus serta menyatukan gerak dan irama antara mata dan tangan.

2. Aspek Sosial
Melalui bermain, ananda belajar mengenal jenis kelamin mereka, bagaimana membina hubungan dengan orang lain, mengerti aturan, bisa berbagi dengan orang lain, menunggu giliran, dan mampu memahami orang lain. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan aspek bahasa adalah :
a. Ajak ananda bermain teka teki mengenai nama tetangga di sebelah kiri, kanan, dan depan rumah. Misalnya, “Siapakah nama ayah yang rumahnya ada di depan rumah kita?¡” 12 Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak
b. Saat ananda bermain dengan teman-temannya, ajarkan agar ia mau berbagi mainan dengan teman atau menunggu giliran
3. Aspek Emosi
Melalui kegiatan bermain, ananda dapat melatih kesabaran, belajar menerima kekalahan, kecewa, mengatur emosi marah, tidak mudah menyerah dan dapat mengemukakan perasaan mereka.
Beberapa kegiatan bermain yang dapat dilakukan untuk merangsang perkembangan emosi adalah Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak 13:
a. Saat bermain bersama teman, lalu mereka rebutan mainan, maka ananda akan belajar mengatur emosi mereka.
b. Anak bermain peran sebagai guru, dapat melatih rasa percaya diri.
4. Aspek Bahasa
Saat bermain, ananda akan mendengar dan berbicara. Hal ini akan melatihnya untuk memahami orang lain dan menggunakan bahasa untuk mengungkapkan pikirannya. Selain itu, melalui bahasa, ananda juga belajar untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan menambah penguasaan kata. 14 Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak

Beberapa kegiatan bermain yang dapat dilakukan untuk mengembangkan aspek bahasa adalah :
a. Membacakan buku cerita.
b. Menyanyi lagu-lagu sederhana seperti Balonku.
c. Mengajak ananda berbicara dan bermain cilukba pada bayi.
d. Bermain tebak kata. Contoh, “Benda ini dipakai untuk makan, bentuknya biasanya bulat, apakah itu?”
5. Aspek Kecerdasan
Melalui bermain ananda belajar bagaimana menyelesaikan masalah, meningkatkan daya ingat, memusatkan perhatian pada suatu kegiatan, dan lain-lain.
Beberapa kegiatan bermain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aspek kecerdasan adalah Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak 15 :
a.    Ajak ananda menyanyikan lagu Satu-satu aku sayang ibu hingga selesai. Saat menyanyi dan mengucapkan satu-satu, tunjukkan angka satu dengan jari, begitu seterusnya hingga tiga.
b.    Ajak ananda menebak nama-nama anggota wajah, lalu beri pujian bila ia berhasil menunjukkan/menyebutkan. Misalnya,”Ayo Nak, apa namanya ini?” sambil Ibu/Ayah menunjuk hidung atau mata, dan lainnya.
c.        Bermain jual beli. Ini adalah awal ananda mengenal angka. 16 Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak

BELAJAR MELALUI BERMAIN
Tidak seperti anggapan salah yang sering dianut oleh banyak orang bahwa bermain adalah suatu kegiatan membuang-buang waktu dan dapat membuat anak menjadi bodoh. Ternyata, bermain adalah kegiatan yang menyenangkan dan dapat menjadi sarana belajar yang baik bagi anak, karena dilakukan tanpa tekanan dan paksaan. Penting untuk diingat, yang paling utama adalah kegiatan bermainnya itu sendiri, bukan belajarnya. Seperti sudah dijelaskan di atas, dunia anak adalah bermain, bahkan bermain adalah pekerjaan¡ anak. Melalui kegiatan bermain, ananda belajar mengembangkan berbagai kemampuan yang dimilikinya dengan menyenangkan dan bahagia. Perlu dipahami, kemampuan anak usia dini untuk berkonsentrasi masih pendek, penguasaan bahasanya juga terbatas, dan anak pun masih mudah bosan. Oleh karena itu, anak usia dini belum siap untuk mengikuti kegiatan belajar secara formal di bangku sekolah. Bila ananda dipaksa untuk mengikuti kegiatan formal di sekolah, maka ia akan merasa tertekan, sehingga dapat mengalami gangguan belajar dan gangguan perilaku.
  
Jadi, Ibu dan Ayah, pada saat bermain, ananda juga belajar. Melalui bermain, ananda belajar memahami bagaimana suatu benda bekerja, misalnya, bagaimana kalau bangku didorong akan berbunyi, air akan menyebabkan basah, sendok selain digunakan untuk makan bisa juga digunakan sebagai telepon saat bermain pura-pura, dan sebagainya. Ananda juga akan belajar bagaimana caranya mengekspresikan diri dengan berbagai macam cara, seperti, bagaimana caranya bicara saat marah, kesal, tidak suka, dan lainnya. Bukan cuma itu. Pada saat bermain, ananda pun belajar mengenal dan menggunakan berbagai macam kata baru, terutama ketika ananda bermain pura-pura, seperti bermain jual-beli, tamu-tamuan, sekolah-sekolahan, dan lainnya. Kegiatan bermain juga dapat memperkuat dan mengendalikan otot-otot tubuh, serta belajar bekerja sama ketika ananda bermain dengan teman, semisal berjalan di titian, mengendarai sepeda, melempar dan menendang bola. Bahkan, ketika ananda menemui masalah dalam bermain, ananda diajak untuk berpikir kreatif dan menggunakan kemampuan memecahkan masalah. Contoh, bagaimana menghadapi teman yang tidak mau bergantian alat bermain, bergantian menggunakan alat permainan yang sama, dan sebagainya. Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak 17
Yang penting diperhatikan oleh Ibu dan Ayah, dalam bermain, ada beberapa hal-hal yang harus dihindarkan, yaitu :
  1. Pemaksaan oleh orangtua, karena akan mengubah suasana bermain menjadi bekerja.
  2. Mengeritik atau mencemooh, sebab masih wajar kalau sesekali anak melakukan kesalahan;
  3. Sikap mengatur apa yang harus dilakukan oleh anak sehingga anak tidak mempunyai kesempatan untuk berkreasi, berimajinasi, berani mencoba hal-hal baru. 18 Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak
ORANGTUA IKUT TERLIBAT
Ibu dan Ayah diharapkan ikut bermain bersama anak. Soalnya, keterlibatan Ibu dan Ayah dalam kegiatan bermain dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi ananda, yang pada akhirnya akan membuat hubungan anak dan orangtua menjadi lebih dekat. Ketika Ayah dan Ibu bermain dengan ananda, orangtua sekali-sekali boleh mengarahkan, tetapi anak tetap yang paling aktif dalam bermain. Misalnya, ketika bermain masak-masakan, biarkan ananda yang menentukan bahan-bahan yang dipakai, bagaimana akan memasak, dan seterusnya. Namun Ayah dan Ibu bisa ikut memesan masakan yang disukai, Ibu pesan gado-gado ya tapi cabe-nya satu saja ya.”
Orangtua seharusnya lebih peka dan tanggap akan kebutuhan anak waktu bermain, dan selalu berikan dukungan sehingga anak tetap semangat bermain. Jika ananda terlihat mengalami kesulitan saat memindahkan mainan, misalnya, tanyakan, apakah ia ingin dibantu namun tidak secara langsung mengulurkan bantuan, “Sini, Nak, Ayah bantu!”, melainkan katakana, “Hmm.. kayaknya berat, ya? Boleh Ayah tolong?” Bisa juga dengan menyemangatinya, “Coba Andi dorong pelan-pelan pakai kedua tangan.. ya, begitu pintar lo anak Ibu.” Jadi, jangan langsung membantu agar anak tetap bersemangat dalam bermain.
Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak 19

Berikut ini beberapa contoh kegiatan bermain yang dapat dilakukan oleh anak bersama orangtua, sesuai dengan usia anak :
1. Bayi dan Anak Bawah Dua Tahun (BaDuTa)
a. Bermain yang melibatkan gerakan pancaindra.
Bermain dimulai secara tidak sengaja, bayi melakukan gerakan-gerakan yang ternyata membuat dia senang, sehingga selalu diulang. Contoh kegiatan bermain ini adalah mengamati dan menggerak-gerakkan tangan, mengemut ibu jari, menyembur-nyemburkan ludah. 
b. Bermain dengan benda.
Semua mainan yang dapat merangsang kelima indra (berwarna terang, berbunyi, permukaan kasar-halus, beraroma, dapat dirasakan). Mainan hendaknya cukup besar untuk bisa digenggam oleh anak, lembut, dan tidak tajam. Contoh, mainan yang dapat diurutkan dari yang kecil ke besar; mainan untuk masak-masakan, untuk minum; bermain air sabun; bermain pasir; mobil-mobila; buku bergambar tanpa tulisan; dan sebagainya.
c. Bermain pura-pura (simbolik).
Menggunakan alat-alat permainan atau benda-benda yang ada di sekitar seolah-olah sebagai suatu benda. Contoh, menggunakan pisang/bekas gelas plastik air mineral/kaleng susu sebagai telepon, menggunakan kotak-kotak sabun sebagai mobil, menggunakan panci bekas dan sendok sebagai alat musik, serta lainnya.

2. Anak Dua Tahun
Anak usia dua tahun mulai mengalami perkembangan dalam gerakan kasar dan halus, juga mulai bisa mengontrol gerakan tubuh, sehingga anak bangga dengan keberhasilan dalam kegiatan fisik mereka. Karena kemampuan bahasa mulai berkembang, anak juga mulai menggunakan bahasa. Beberapa contoh kegiatan bermainnya ialah bermain palang (terbuat dari besi atau kayu) sejajar untuk bergelantungan; naik-turun tangga; bermain gerobak untuk ditarik; perosotan; bermain di terowongan untuk merangkak; bermainan dengan benda yang dapat dikendarai; bermain kepingan gambar (puzzle) sederhana dengan potongan besar; manik-manik untuk dironce; tanah liat, pasir, adonan sagu/terigu (penting untuk mempertajam indra, bukan untuk menghasilkan suatu bentuk); dan sebagainya.

3. Anak Tiga Tahun
Anak usia tiga tahun sangat imajinatif (senang menciptakan tokoh-tokoh atau kegiatan yang bersifat khayalan) dan mulai senang meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa, terutama kedua orangtuanya. Kemampuan ananda untuk berteman juga semakin meningkat, sehingga mereka sudah lebih baik dalam kegiatan berbagi, menunggu giliran, dan bekerja sama dengan orang lain. Beberapa contoh kegiatan bermainnya adalah permainan yang menggambarkan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari seperti bermain truk/mobil-mobilan, pasar-pasaran, boneka, balok, tanah/pasir, spidol, pinsil gambar, dan krayon.

4. Anak Empat Tahun
Anak usia ini memiliki keseimbangan tubuh yang makin baik, gerakan halus lebih terampil, dan mulai memiliki perencanaan tetapi masih suka berubah-ubah. Contoh kegiatan bermainnya adalah berrmain sepeda, alat pertukangan, balok-balok yang lebih kecil dengan bermacam bentuk, bola sepak, membaca buku (dengan gambar dan tulisan), dan sebagainya. Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak 21

5. Anak Lima Tahun
Anak sudah menunjukkan tanggung jawab untuk mengurus diri sendiri dan kepunyaannya. Biasanya mereka juga membutuhkan pengarahan dari orang dewasa. Contoh kegiatan bermainnya, antara lain: bermain menggunakan peralatan seni, seperti cat, sikat, krayon, spidol, gunting, lem, tanah liat, dll.; peralatan pertukangan atau masak-masakan, peralatan rumah tangga; alat permainan (ular tangga, halma, monopoli, dll).

Ibu dan Ayah, ingatlah, bermain merupakan cara anak belajar, tapi tetap yang paling utama adalah bersenang-senang. Melalui bermain, Ibu dan Ayah dapat memberikan pengalaman belajar yang bermacam-macam kepada ananda. Nah, supaya pengalaman bermain ananda lebih banyak, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Ibu dan Ayah, yaitu :
1. Waktu untuk bermain.
Ibu dan Ayah hendaknya dengan sengaja menyempatkan diri dan menyediakan waktu untuk bermain dengan anak. Kegiatan bermain dilakukan pada saat ananda memang menginginkannya dan tidak pada jam-jam anak biasanya tidur. Misalnya, sesudah mandi dan makan pagi atau sore.
2. Ruangan bermain.
Bagaimana Ayah dan Ibu mengatur ruangan dan ruangan seperti apa yang tersedia, akan memberi pengaruh kepada cara bermain anak. Jangan menaruh hiasan kecil-kecil dan mudah pecah di tempat yang mudah diambil oleh anak.
Kalau ruangan yang tersedia untuk anak bermain adalah ruang tamu, biasanya anak bermain dengan permainan yang tidak memerlukan banyak kegiatan berlari.
3. Bahan dasar (utama) pembuatan mainan.
Saat ini kebanyakan mainan terbuat dari plastik, berhati-hatilah dalam memilih mainan yang cocok untuk anak kita. Bila memungkinkan Ayah dan Ibu dapat menggunakan mainan dari bahan-bahan yang tersedia di alam, seperti menggunakan wortel bagi bayi yang baru belajar menggigit.
4. Pengalaman sebelumnya.
Pengalaman Ibu dan Ayah bermain ketika kecil akan memengaruhi Ibu dan Ayah dalam melakukan kegiatan bermain bersama ananda. Contoh, orangtua yang saat mereka kecil diperbolehkan untuk main hujan-hujanan akan memperbolehkan anaknya untuk melakukan hal yang sama.
5. Mengamati.
Bila saat anak bermain, Ibu dan Ayah ikut mengamati, maka akan cepat tanggap terhadap kebutuhan anak dan dapat memberikan dukungan saat ananda mengalami kesulitan. Misal, kalau Ayah dan Ibu melihat ada air di lantai, sebaiknya cepat dilap, atau kalau melihat ujung meja terlalu tajam dan berbahaya untuk anak, maka lapisi ujung meja sehingga tidak lagi berbahaya, dan sebagainya. Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak 23
6. Keterlibatan orang dewasa.
Keterlibatan orang dewasa atau orangtua dalam kegiatan bermain anak, hendaknya tidak menjadi pengganggu dan membuat anak tidak kreatif. 24 Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak

TIPS MEMILIH MAINAN BAGI ANAK
1. Mainan harus bersih dan aman, sesuaikan dengan usia anak.
  • Hindari mainan yang memiliki pinggiran tajam dan mudah pecah.
  • Hindari mainan yang mengandung cat berbahaya.
  • Hindari mainan dalam bentuk kecil-kecil karena dapat tertelan atau dimasukkan ke dalam lubang hidung/telinga anak.
2. Sebisa mungkin kurangi mainan yang menggunakan listrik atau baterai.
3. Sebisa mungkin anak memiliki kesempatan yang sama antara bermain di dalam ruangan dengan bermain di luar ruangan. Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak 25
**Sumber Bacaan**
A Practical Guide to Early Childhood Curriculum. (edisi ¡E ke-8). Eliason, Claudia & Jenkins, Loa. Pearson Prentice Hall. New Jersey. (2008).
Children,play, and development. Hughes, F.P. (edisi ¡E ke-3). Boston: Allyn and Bacon. (1999).
Play and early childhood development (edisi ke-5). ¡E Johnson, J. F., Christie, J.F., Yawkey, T.D. NY: Longman. (1999).
Human Development. (edisi ke-10). Papalia, Olds & ¡E Feldman. McGraw Hill. (2007)
Bermain, mainan dan permainan. Tedjasaputra, Mayke ¡E S. Jakarta: P.T. Grasindo. (2001)
26 Bermain Bagi AUD dan Alat Permainan yang Sesuai Bagi Usia Anak
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011


                                                                          


CARA JITU MENJAWAB PERTANYAAN ANAK
“APA TUH?”
Kata-kata “Apa tuh?” saat ini menjadi bunyi yang indah di telinga penulis. Celoteh itu keluar dari mulut anak usia 27 bulan setiap kali ia melihat sesuatu yang baru dan ingin diketahuinya. Dengan mata berbinar dan suara melengking khas anak kecil, ia tidak henti-hentinya bertanya, “Apa tuh?”, “Apa tuh?”, tanpa mengenal lelah, bak seorang yang kehausan di padang pasir dan menemukan oase (daerah di padang pasir yang berair cukup untuk tumbuhan dan pemukiman manusia). Kadang mulut tergoda untuk berkata, “Aduh, ananda ini cerewet atau bawel banget, ya!” Untunglah kalimat tersebut tak terlontar dari mulut penulis karena penulis menyadari, ini adalah masa keemasan anak untuk belajar mengembangkan kosakata (perbendaharaan kata) dan merupakan cara dia membangun kemampuan berpikirnya, sehingga tutur kata (perkataan) dan sikap pun berubah untuk menerima pertanyaan-pertanyaan itu dengan senang hati dan berusaha menjawabnya.
Ada sebuah situasi yang menakjubkan ketika mengamati periode bertanya pada anak batita (bawah tiga tahun). Bayangkan, seorang anak yang belum bisa bicara menjadi bisa berbicara satu kata dengan terbata-bata. Tahap berikutnya adalah ketika anak berbicara dengan dua kata ajaibnya, yaitu, “Apa, tuh?” Kata tersebut seperti tombol untuk menghidupkan mesin yang baru ditekan. Dengan cepat, banyak kata yang diserap dan diucapkan kembali oleh anak, walaupun artikulasinya (pengucapannya) belum jelas. Dengan bertambahnya usia, maka artikulasinya menjadi semakin jelas dan kemampuan berbicaranya menjadi lebih kompleks.

KEMAMPUAN BAHASA ANAK
Kemampuan seorang anak dalam berbahasa menjadi sangat penting bagi perkembangan kecerdasannya. Semakin banyak kata yang dimiliki anak dan semakin rumit penggunaan kata-kata di dalam rangkaian sebuah kalimat dapat menunjukkan kecerdasan seorang anak. Tidaklah mengherankan anak yang pandai akan memperlihatkan keinginantahuannya dengan cara banyak bertanya. Walaupun tidak berarti bahwa anak yang pandai itu selalu cerewet atau sebaliknya. Keinginan tahu anak juga bisa ditampilkan dengan cara mengutak-atik benda yang ada dan lain-lain.
Kemampuan berpikir anak normal (tidak mengalami gangguan/keterlambatan perkembangan) memiliki pola yang khas. Anak mulai mempertanyakan tentang fakta-fakta melalui pertanyaan “apa”. Dengan bertambahnya usia dan kemampuan berpikirnya, anak mencoba bertanya “mengapa”(bertanya tentang sebab dan akibat) sampai pada “bagaimana” (bertanya tentang proses). Untuk pertanyaan “apa”, tidak sulit bagi ibu dan ayah menjawabnya. Tak demikian untuk menjelaskan pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana”, ibu dan ayah membutuhkan alasan dalam menjawabnya. Penting untuk memberikan penjelasan secara sederhana saja namun masuk akal.
Perlu dipahami, tidak semua anak sering bertanya. Ada anak pendiam karena memang secara keturunan berasal dari ibu dan ayah yang pendiam atau meniru dari lingkungan keluarga yang juga pendiam. Pola pengasuhan pun ikut berperan sehingga anak malas bertanya dan menjadi pendiam, misalnya sering menyalahkan, sering melarang. Selain itu, anak dapat menjadi pendiam karena keterlambatan perkembangan bahasa yang disebabkan oleh (1) gangguan secara fisik di alat pendengaran atau alat bicara, sehingga anak tidak mampu mendengar dan tidak bisa menirukan suara; (2) gangguan perkembangan di otak, sehingga terjadi keterbelakangan mental; dan (3) keterlambatan perkembangan akibat kurang stimulasi (perangsangan).
Apa pun pertanyaan yang diajukan anak, hendaknya mendapatkan tanggapan yang positif dari ibu dan ayah atau orang dewasa di sekitarnya. Tidak perlu marah-marah untuk menghentikannya, cukup dengan kalimat yang tegas dan sederhana seperti, “Tunggu sebentar ya, Nak... Ibu masih bicara dengan Ayah.” Atau, “Wah, Ibu kurang tahu, nanti kita tanya Ayah, ya.” Sikap yang tegas dan jelas akan membantu anak belajar mengatur dirinya, kapan harus bertanya dan kapan harus berhenti sejenak. Jika ibu dan bapak merasa kewalahan, coba alihkan pada kegiatan-kegiatan lain yang bermakna.
Kadang-kadang orangtua menjadi jengkel karena anak usia dininya banyak bertanya dengan pertanyaan yang sama dan berulang-ulang. Mengapa anak menanyakan secara berulang-ulang? Hal ini disebabkan anak belum paham tentang jawaban atas pertanyaannya. Selain juga, pertanyaan yang berulang merupakan cara anak untuk bisa mengingat tentang jawaban yang diberikan. Contoh, anak bertanya, “Apa tuh?” sambil menunjuk ke arah daun-daunan. Orangtua menjawab, “Itu daun, Nak.” Anak pun bertanya lagi “Apa, tuh?” sambil tetap menunjuk pada daun-daunan yang sama. Orangtua harus menjawab dengan jawaban yang lebih lengkap seperti, “Oh, itu daun sirih. Daunnya lebar, ya. Wah, itu ada yang kuning, itu daun sirih yang layu.” sambil kita menunjukkan daun sirih tersebut. Berikan kesempatan pada anak untuk menyentuh dan mencium daun sirih itu sehingga anak menjadi tahu dan yakin akan daun sirih tersebut. Setelah anak bertanya, kita yang kembali bertanya kepadanya, “Nak, ini buah apa?” sambil menunjuk gambar buah jeruk. Jika anak belum bisa menjawab secara utuh, bisa kita pancing dengan, “Ini gambar buah je… ruk.”
Ada juga anak-anak yang bertanya berulang kali dengan pertanyaan yang sama untuk mendapatkan perhatian ibu dan bapak. Oleh karena itu, jika anak bertanya, ibu dan bapak harus menjawab dengan penuh perhatian. Berikan waktu yang cukup untuk berbicara dan bermain dengan anak, serta gunakan bahasa tubuh yang benar. Jadi, ketika anak berbicara dengan kita, coba perhatikan wajahnya, berjongkoklah agar pandangan anak sejajar dengan pandangan kita, dengarkan anak berbicara sampai selesai baru kemudian menjawabnya dengan santun. Tidak perlu tergesa-gesa menyimpulkan atau menolak pertanyaan anak.
Anak pun dapat bertanya dan bertanya lagi ketika ia menghadapi situasi yang serupa dengan yang pernah dialaminya. Dalam kondisi seperti ini, ibu dan bapak harus dapat memberikan penjelasan yang lebih lengkap.
USIA DAN KEMAMPUAN BAHASA
Ø 0-6 bulan
  • Menangis dengan berbagai cara untuk menunjukkan bahwa dia mengompol, lapar, kesepian, kesakitan.
  • Bersuara untuk menyampaikan kesenangan atau ketidaksenangan.
  • Bergumam.
  • Mengetahui dan melihat ke arah suara atau bunyi-bunyi yang dikenalnya.

PERKEMBANGAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK
Sebelum ibu dan bapak menjawab pertanyaan yang muncul dari anak, ada baiknya jika ibu dan bapak memahami ciri-ciri dari kemampuan bahasa anak. Dengan demikian diharapkan ibu dan bapak tidak akan salah dalam menjawab pertanyaan anak.
    Ø 6-12 bulan
  • Dapat melambaikan tangan.
  • Menoleh ketika namanya dipanggil.
  • Paham nama-nama dari benda-benda yang dikenalinya.
  • Senang melihat buku bergambar.
  • Memerhatikan jika ada orang yang bercakap-cakap.
  • Menyebutkan satu kata.
  • Mengoceh seakan-akan sedang berbicara.
  • Mengatakan “ma… ma” atau “da… da”.
  • Mengidentifikasi anggota keluarga dan benda-benda yang dikenalnya.
  • Menunjuk beberapa anggota tubuhnya seperti hidung, telinga.
  • Mengikuti satu perintah sederhana.
  • Mengucapkan dua kata atau lebih.
  • Menirukan bunyi-bunyian yang dikenalnya, seperti bunyi mobil, suara kucing.
  • Mengulangi beberapa kata.
  • Memerhatikan orang yang mengajaknya bicara.
  • Mengatakan “dadah” atau “ekom” (untuk assalamualaikum) jika diingatkan.
  • Menggunakan bahasa ekspresi “oh… oh”.
  • Meminta sesuatu sambil menunjuk pada bendanya.
  • Mengidentifikasi benda yang ada di buku bergambar.
  • Bisa mengatakan sekitar 50 kata, tapi bisa memahami lebih dari itu.
Ø USIA DAN KEMAMPUAN BAHASA
  • Menirukan satu kata yang diucapkan oleh orang lain.
  • Berbicara sendiri.
  • Menyebutkan nama dari mainan dan benda-benda yang dikenalnya.
  • Menggunakan dua atau tiga kata dalam kalimatnya “mama minum” “bapak pergi kantor”.
  • Bersenandung atau mencoba sebuah lagu sederhana.
  • Mendengarkan lagu anak-anak.
  • Menunjuk anggota tubuh yang diminta seperti, “Mana mata?” “Mana hidung?”, “Mana telinga?”
  • Menggunakan kata “daaah”, “minta”, “terima kasih”.
  • Bisa mengidentifikasi 10 gambar yang ada di buku jika disebutkan.
  • Menggunakan kalimat sederhana.
  • Merespons jika namanya dipanggil.
  • Merespons pada petunjuk yang sederhana.
Ø USIA DAN KEMAMPUAN BAHASA
  • Menikmati cerita dan lagu yang sederhana.
  • Menggunakan dua atau tiga kata dalam kalimatnya.
  • Menikmati melihat-lihat buku.
  • Menunjuk pada mata, telinga dan hidung yang disebutkan.
  • Mengulangi kata-kata yang diucapkan orang lain.
  • Kosakatanya sudah bertambah menjadi 500 kata.
  • 75—80% cara berbicaranya sudah jelas dan bisa dimengerti.
  • Bisa mengatakan nama depan dan nama lengkapnya.
  • Memahami kata-kata yang menunjukkan posisi seperti di atas, di bawah, pada, dan di dalam.
  • Memahami sekarang, sebentar lagi, dan nanti.
  • Bertanya dengan pertanyaan siapa, apa, di mana, dan mengapa.
  • Bicaranya sudah menggunakan 3 sampai 5 kata dengan lengkap.
  • Kadang bicaranya terlalu cepat atau gagap.
  • Senang mengulang-ulang kata dan bunyi.
  • Menyimak cerita pendek.
  • Menyukai cerita yang sudah dikenalnya dan diceritakan dengan sama.
  • Menikmati dongeng.
Ø USIA DAN KEMAMPUAN BAHASA
  • Bisa menyanyi.
  • Mengenali suara-suara yang ada sehari-hari.
  • Bisa mengidentifikasi warna primer seperti merah, biru, kuning, hijau.
  • Mengenali beberapa huruf yang diajarkan dan mungkin bisa menulis namanya sendiri.
  • Mengenali kata-kata yang tidak asing dari buku sederhana atau simbol-simbol (stop, M untuk Mc. Donald).
  • Berbicara dengan kalimat yang cukup kompleks.
  • Menikmati lagu sederhana.
  • Belajar tentang nama, alamat, dan nomor telepon.
  • Bertanya dan menjawab pertanyaan siapa, apa, mengapa, dimana dan jika.
  • Menyebutkan enam hingga delapan warna dan tiga bentuk.
  • Mengikuti dua perintah yang tidak berhubungan, seperti “Minum susumu kemudian pakai sepatu sebelum berangkat sekolah.”
  • Senang bicara dan mengelaborasi (membuat) kalimat.
  • Senang menggunakan kata-kata yang mengejutkan orang lain.
  • Melucu yang tidak masuk akal orang dewasa.
Ø USIA DAN KEMAMPUAN BAHASA16
  • Berbicara dengan kata-kata dan tata bahasa yang benar.
  • Bisa mengekspresikan dirinya melalui bermain peran.
  • Mengurut namanya sendiri, huruf, dan angka.
  • Membaca kata-kata yang sederhana.

TIP MENGEMBANGKAN KECERDASAN BAHASA ANAK
Untuk mengembangkan kecerdasan anak melalui bahasa, ada beberapa hal yang perlu dilakukan ibu dan bapak, di antaranya:
  1. Memberikan respons/tanggapan secepat mungkin. Ketika anak bertanya kepada kita, segeralah menjawabnya. Jangan menyia-nyiakan rasa ingin tahu dan kesempatan emas anak untuk belajar sesuatu.
  2. Menyediakan jawaban yang sesuai dengan kemampuan berpikir anak.
  3. Berikan pertanyaan yang terkait dengan apa yang sedang anak tanyakan atau perhatikan. Siapkan pertanyaan pancingan agar anak mau menjawab secara lebih lengkap.
  4. Berikan jawaban sebatas yang ditanyakan. Jawaban yang panjang lebar dapat membuat anak bingung.
  5. Lakukan kontak mata ketika berbicara dengan anak. Usahakan untuk menyesuaikan dengan tingkat penglihatan anak. Bila perlu, berjongkoklah ketika berbicara dengan anak, sehingga ia bisa melihat mata kita dan sebaliknya.
  6. Jika orangtua tidak bisa menjawab, coba cari jawaban dengan berusaha bersama anak, sehingga anak juga belajar bagaimana mencari sumber jawaban. Jangan asal menjawab karena anak-anak dapat salah mengerti
ANEKA PERTANYAAN ANAK DAN JAWABANNYA
Kadang tidak disadari kita memberikan jawaban atas pertanyaan anak dengan jawaban yang terlalu sulit atau abstrak, sehingga anak bingung atau tidak paham akan jawaban kita. Perlu diingat, anak usia dini memiliki cara berpikir yang masih sangat konkrit. Jadi, setiap jawaban yang ibu dan bapak berikan hendaknya bersifat konkrit dan sederhana saja. Berikut ini beberapa pertanyaan yang sering muncul pada anak-anak usia dini dan contoh jawabannya.
·    BERKAITAN DENGAN SEKSUALITAS
  1. ”Mengapa tempat pipisku beda dengan punya Kakak?” 
Ø ”Iya, tempat pipismu berbeda dengan Kakak, karena kamu adalah laki-laki sama dengan Ayah. Kakakmu adalah perempuan sama dengan Ibu. Tempat pipismu namanya alat kelamin.”

  1. ”Kalau habis pipis, mengapa harus disiram?”
Ø ”Untuk menjaga kebersihan. Jika kamu kesulitan, minta bantuan sama Ibu atau Ayah untuk disiram dengan air. Kalau membersihkan alat kelamin harus dari arah depan ke arah belakang, dari tempat pipis ke tempat buang air besar. Jangan terbalik ya, Nak. Setelah itu, keringkan dengan lap atau handukmu, lalu pakai celanamu kembali.”

  1. ”Kenapa alat kelaminku tidak boleh dipegang-pegang oleh orang lain?”
Ø ”Alat kelaminmu adalah bagian tubuhmu yang khusus, jadi tidak boleh dipegang oleh orang sembarangan. Kalau orang lain memegang-megang alat kelaminmu, itu namanya tidak sopan. Kalau ada orang yang mau memegang alat kelaminmu, bilang, ’Tidak boleh’, ya, Nak. Beri tahu Ibu dan Bapak jika ada orang yang memegang-megang alat kelaminmu.”

  1. “Ibu, adik keluarnya dari mana?”
Ø “Adik keluar dari perut Ibu, dengan dibantu oleh dokter atau ibu bidan. Itu namanya melahirkan”.

  1. “Kenapa aku enggak boleh pakai lipstik?” (anak laki-laki)
Ø “Karena kamu laki-laki. Hanya perempuan dewasa yang boleh pakai lipstik.”
 
·    TENTANG TUHAN DAN HAL-HAL GAIB
  1. ”Ayah, Tuhan itu laki-laki atau perempuan?”
Ø ”Tuhan itu bukan laki-laki maupun perempuan, karena Tuhan bukan seperti manusia.”

  1. “Tuhan tinggalnya di mana, Bunda?” 20 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak, Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak 21
Ø “Tuhan tinggal di dalam hati kita. Tuhan selalu bersama kita dan melindungi kita.”

  1. “Surga itu apa, Abi?”
Ø “Surga adalah tempat yang sangat menyenangkan bagi anak yang baik dan taat pada orangtua.”
  1. ”Orang baik itu siapa saja, Ibu?”
Ø ”Orang yang sayang pada ibu dan bapaknya dan saudara-saudaranya. Orang yang tidak pernah berbohong dan tidak suka bertengkar dengan teman di sekolah.

  1. “Mama ada pocong di situ?”
Ø “Pocong itu tidak ada, Nak. Itu hanya khayalan saja.”

  1. “Kalau setan ada?”
Ø “Ada, setan ada di mana-mana. Kita tidak bisa melihatnya, karena Tuhan menciptakan setan berbeda bentuknya dengan manusia. Jadi, kita tidak perlu takut pada setan.”
  1. ”Ibu, mengapa eyang kakung meninggal?”
Ø ”Kita diciptakan oleh Tuhan dan nanti Tuhan pula yang memanggil kita kembali pada Tuhan.”

  1. ”Meninggal itu apa sih, Mama?”
Ø ”Pergi meninggalkan dunia karena dipanggil Tuhan untuk bertemu.”

  1. ”Kalau sudah meninggal jadi hantu?”
Ø ”Meninggal itu karena dipanggil Tuhan, tidak akan menjadi hantu.”

·    BERKAITAN DENGAN FENOMENA ALAM
  1. “Kenapa bisa banjir, Ma?”
Ø   ”Karena selokan dan sungai tersumbat oleh sampah. Jadi, airnya tidak bisa mengalir, akibatnya naik dan tumpah ke jalan.” 22 Cara Jitu Menjawab Pertanyaan Anak
Ø ”Hujannya turun terus-menerus dan sangat deras, sehingga airnya tidak bisa ditampung lagi oleh sungai sampai meluap. Jadi banjir deh.”
(Orangtua dapat melakukan uji coba di tempat cuci piring yang diberi sumbatan sehingga air akan meluap.)

  1. ”Bunda, rumah Nenek rusak karena gempa ya, kok bisa begitu?”
Ø ”Karena gempanya sangat kuat sehingga menimbulkan guncangan yang kuat. Rumah-rumah jadi roboh, pohon-pohonan dan tiang listrik tumbang.”
(Orangtua dapat melakukan percobaan dengan menggunakan meja dan meletakkan berbagai benda di atas meja, lalu goyang-goyang yang keras sehingga benda-benda akan bergoyang dan berpindah tempat, bahkan ada yang jatuh.)


Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia DiniDirektorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan InformalKementerian Pendidikan NasionalTahun 2011
Milik Negara
Tidak Diperjualbelikan
Dra. Rahmitha, S.Psi
Sumber Bacaan :
Family Education department, Essential Parenting Tips, • Singapore: Ministry of Community Development and Sports. 2001
Gestwicki, Carol. Developmentally Appropriate Practice • Curriculum and Dvelopment in Early Education. Third Edition. Canada: Thomson Delmar Learning. 2007
http://www.poemhunter.com/quotations/childhood/• page-5/
http://www.extension.iastate.edu/publications/pm1529f.• pdf
Panduan Menjawab Pertanyaan Anak. Jakarta: PT. • Penerbitan Sarana Bobo, 2007
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011
*****


Sukses Mengasuh Anak Usia Dini
Ibu dan ayah, tidak terasa sekarang ananda sudah semakin besar. Tulang dan otot kaki-tangannya, sudah semakin panjang dan kuat. Ia sekarang bergerak lebih lincah dan bisa berlari. Kelucuan bayi kecil memang masih terlihat di wajah dan tubuhnya, tetapi sekarang ia bukan bayi lagi.
Selepas masa bayi, umumnya anak-anak dimasukkan ke program pendidikan nonformal, seperti Kelompok Bermain (KB) untuk anak umur 3—4 tahun atau Taman Kanak-kanak (TK) untuk anak umur 5—6 tahun. Nantinya, pada umur sekitar 6 tahun, barulah ananda akan memasuki pendidikan formal, seperti Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Mengingat program pendidikan di KB dan TK sering terlihat seperti bermain dan bernyanyi saja, sehingga banyak juga orangtua yang memilih untuk mengasuh sendiri anak di rumah dan nanti langsung memasukkannya ke SD. Hal ini sah-sah saja, meski sebenarnya banyak hal yang dipelajari anak melalui kegiatan bermain dan bernyanyi ini. Anak memperoleh rangsangan yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga ia menjadi lebih siap memasuki program pendidikan di SD.
Apa pun pilihan ibu-ayah, baik untuk anak yang diikutkan dalam program pendidikan KB dan TK atau anak yang diasuh sendiri sampai usia masuk SD, tetap saja ibu dan ayah merupakan peran utama dalam proses pengasuhan anak. Ibu dan ayah diharapkan dapat memberikan rangsangan yang membantu anak mencapai perkembangan yang berkualitas. Apalagi kita tahu masa 0—6 tahun adalah masa dimana anak memiliki kemampuan belajar yang sangat besar. Jadi, bila hanya mengandalkan program belajar di KB dan TK yang biasanya berlangsung paling lama 2 jam, tidaklah cukup. Kegiatan memberi rangsangan pada anak harus berlangsung juga di rumah.
Tidak mudah memang, mengasuh anak yang mulai besar. Terdapat beberapa tantangan tersendiri yang harus dihadapi ibu dan ayah. Buku kecil ini dipersembahkan untuk memudahkan ibu-ayah dan orang dewasa lain dalam menghadapi anak-anak usia 3—6 tahun. Dengan membaca buku ini, diharapkan ibu dan ayah dapat bekerja sama dengan mentor atau guru di KB dan TK dalam upaya mengoptimalkan perkembangan anak.

A.    MEMAHAMI ANAK USIA 3-6 TAHUN
Usia 3-6 tahun adalah masa perkembangan yang menarik. Di usia ini anak menjadi amat menggemaskan karena mereka sudah bisa berjalan dan bicara. Banyak sekali kemampuan baru lain yang ditunjukkannya.
Nah, berikut ini perkembangan yang dialami anak dalam rentang umur 3—6 tahun.
Perkembangan Fisik
Selain bertambah tinggi dan berat, terjadi perkembangan sel-sel otak yang sangat pesat. Dengan berkembangnya sel otak, kemampuan anak mengendalikan gerakannya pun semakin baik. Terdapat 2 jenis gerakan yang mulai dikuasai anak usia ini, yaitu gerakan motorik kasar (gerakan yang melibatkan otot-otot besar) dan gerakan motorik halus (gerakan yang melibatkan otot-otot kecil).

Perkembangan Kecerdasan
Perkembangan sel otak membuat anak mulai dapat memusatkan perhatian lebih lama terhadap sesuatu; mulai bisa mengingat sesuatu, bahkan untuk hal-hal yang detail; juga mulai bisa membedakan hal-hal nyata dan bayangan atau mimpi.

Perkembangan Bahasa
Sampai sekitar usia usia 6 tahun, anak dapat mengucapkan sekitar 10.000 kata. Ia juga mampu merangkai kata menjadi sebuah kalimat sederhana. Mula-mula hanya kalimat yang terdiri atas 2 kata, seperti, “Ade mamam”, lalu menjadi lebih banyak dan kalimatnya pun semakin lengkap, seperti, “Ade besok mau makan ayam goreng buatan nenek.”
Perkembangan bahasa berkaitan dengan perkembangan aspek lain. Ketika anak berbicara dengan ibu-ayah, ia bukan hanya belajar berbahasa, melainkan juga belajar tentang aturan-aturan, apa yang harus dilakukannya atau petunjuk umum tentang cara menghadapi suatu masalah.
Perkembangan Emosi
Anak mulai mengenali perasaan-perasaan yang lebih rumit selain rasa senang dan sedih. Ia juga mulai lebih paham apa yang menyebabkan munculnya suatu perasaan tertentu. Meski demikian, pemahamannya masih sangat sederhana. Hal lain yang juga mulai terlihat adalah kemampuan memahami perasaan orang lain dan mengendalikan diri. Kedua kemampuan itu amat dibutuhkan untuk belajar berteman dan mempertahankan pertemanan.
Selain itu, anak-anak usia ini masih sangat mudah terpengaruh oleh perasaan orang lain, sehingga ia sering terlihat mudah kasihan pada orang lain. Perasaan seperti ini dibutuhkan untuk menumbuhkan kepedulian dan ketulusan membantu.

Perkembangan Identitas Diri
Anak masih berpikir dengan cara sederhana. Bagi mereka hanya ada “hitam dan putih” atau “baik dan buruk”. Kebanyakan anak melihat diri mereka sebagai anak baik. Hanya anak-anak yang sering mengalami kekerasan akan merasa dirinya anak yang tidak berguna atau nakal.
Perkembangan konsep diri memang banyak dipengaruhi lingkungan. Lihat saja konsep diri yang berkaitan dengan jenis kelamin. Bagaimana lingkungan memperlakukan anak laki-laki atau perempuan, akan berpengaruh terhadap perilaku anak. Misalnya, dengan membedakan permainan atau baju-bajunya, maka anak laki-laki akan menyukai permainan bola, sedangkan anak perempuan main boneka; baju anak laki-laki berwarna biru, anak perempuan berwarna merah muda. Terkadang lingkungan juga dapat menentukan sikap anak laki-laki atau perempuan. Contoh, anak laki-laki dibiasakan berani, tidak boleh menangis, boleh memanjat dan boleh bermain jauh. Sedangkan anak perempuan boleh terlihat malu-malu, atau harus rapi dan teliti.
Perkembangan Sosial
Bila semasa bayi anak lebih sering bersama ibu dan ayah, maka dengan kemampuan berbahasa yang makin baik, ia mulai dapat menjalin hubungan dengan orang-orang di sekitarnya, seperti adik, kakak, anak-anak kecil lain atau orang dewasa lain. Bagaimana cara ibu dan ayah berhubungan dengan anak, akan sangat memengaruhi caranya bergaul dengan orang lain.
Orangtua yang peka dan memberi rasa aman pada anak, akan membuat anak memiliki rasa percaya diri ketika berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya.
Sedangkan hubungan anak dengan adik atau kakak, akan mengembangkan kemampuannya untuk peduli pada orang lain dan keinginan membantu. Itulah sebabnya terlihat tingkat kepedulian yang berbeda antara anak-anak tunggal dan anak-anak yang bersaudara banyak.
Hubungan dengan teman sebaya, umumnya mulai dijalin ketika anak memasuki usia 2 tahun, terutama anak belajar bagaimana berbagi dan menunggu giliran main. Anak di usia ini memang mulai ingin terlibat dalam kegiatan bermain bersama teman.

B.    APA YANG DIPELAJARI ANAK DI KB ATAU TK?
Perkembangan otak diyakini oleh para ahli terjadi sangat pesat di masa anak-anak. Bayangkan saja, 50% perkembangan sel-sel otak terjadi ketika anak mencapai usia 4 tahun dan 80% ketika anak berusia 8 tahun. Oleh karena itu, anak-anak usia 3—6 tahun diharapkan diikutkan dalam program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Negara-negara yang sudah mengembangkan program PAUD dengan serius, menganggap program pendidikan di tahap ini tidak lagi hanya sebagai pelengkap, tetapi sama penting dengan pendidikan di SD dan selanjutnya.
Terdapat 2 tingkatan program untuk anak usia 3—6 tahun yang sudah dikenal masyarakat Indonesia, yaitu:
1.  Program untuk anak 3-4 tahun, dikenal dengan nama Kelompok Bermain (KB).
2.  Program untuk anak 5-6 tahun, dikenal dengan nama Taman Kanak-Kanak (TK) atau Raudatul Athfal (RA).

Kedua program pendidikan ini, utamanya bertujuan untuk menyiapkan anak menghadapi cara belajar di SD. Meski demikian, kegiatan pembelajaran dalam program ini, tampak belum seserius cara belajar anak-anak SD.
Anak usia dini belajar dengan caranya sendiri. Bermain merupakan cara belajar yang sangat penting dan utama. Bermain dianggap penting karena anak akan belajar dengan perasaan senang, aktif, tidak terpaksa dan merdeka. Nantinya guru akan memasukkan unsur-unsur pembelajaran dalam kegiatan bermain, sehingga anak tidak sadar telah belajar berbagai hal. Misalnya, ketika anak diajak menyanyikan lagu yang menyebutkan semua anggota tubuh, anak juga belajar tentang anggota tubuhnya (kepala, pundak, lutut, kaki, dan sebagainya).
Proses belajar yang dilakukan melalui pemberian rangsang fisik maupun psikologis ini, diharapkan dapat mengoptimalkan semua aspek perkembangan, meliputi (1) moral dan nilai agama, (2) sosial-emosional, (3) kecerdasan, (4) bahasa, (5) fisik-motorik, dan (6) seni. Pengembangan secara menyeluruh ini dianggap perlu, karena anak-anak dalam program PAUD dipandang sebagai individu yang baru mengenal dunia.
Anak belum mengenal tatakrama, sopan-santun, aturan, norma atau aturan bergaul yang membantunya untuk berhubungan dengan orang di sekitarnya, sehingga perlu dibimbing. Anak juga perlu dibimbing memahami berbagai fenomena alam dan mengetahui keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup.

C. BEBERAPA KEMAMPUAN YANG HARUS DIAJARKAN PADA ANAK USIA 3—6 TAHUN.
Melakukan jadwal beraktivitas dan beristirahat yang sehat.
Anak seharusnya sudah tahu kapan waktu istirahat dan kapan waktu beraktivitas. Ia tidak perlu lagi dipaksa untuk berhenti bermain kala berada di sekolah atau diminta tidur ketika di rumah.

Memperlihatkan kebiasaan makan yang sehat.
Anak diharapkan sudah bisa makan sendiri dengan rapi. Ia juga mau mencoba berbagai rasa atau jenis makanan baru.

Dapat buang air besar dan kecil sendiri di tempatnya.
Paling tidak ia harus sudah bisa memberi tahu kapan akan buang air besar (BAB) atau kecil (BAK) dan mau belajar untuk dapat BAB atau BAK sendiri, dengan cara yang sesuai jenis kelaminnya. Selain itu, anak juga perlu belajar menyesuaikan diri dan dapat menerima berbagai kondisi jamban atau kamar mandi.

Mampu melakukan aktivitas fisik yang dibutuhkan sesuai usianya.
Termasuk kegiatan motorik kasar (seperti memanjat, menyeimbangkan diri, berlari, meloncat, mendorong, menarik, menangkap), motorik halus (seperti mengancingkan baju, menarik retsleting, menggunting, menggambar, mewarnai, membentuk tanah liat).

Ikut serta dalam kegiatan keluarga.
Anak seharusnya sudah mampu terlibat dalam berbagai kegiatan keluarga (seperti ke acara pernikahan) dan menerima tanggung jawab, meski sederhana (seperti membereskan mainan).
 
Menunda dan mengendalikan keinginan.
Bayi-bayi kecil tentu saja tidak bisa menunda keinginannya untuk mendapatkan sesuatu. Semakin besar, anak harus dapat mengendalikan diri. Terhadap teman, ia harus dapat berbagi dan menunggu giliran. Sedangkan ketika berada di tempat tertentu, seperti tempat ibadah, ia harus menyesuaikan tindakannya, seperti tidak boleh berlari atau berteriak-teriak.

Menunjukkan perasaan dengan cara yang sehat.
Di usia ini, anak diharapkan mampu membedakan lebih banyak jenis perasaan, bukan hanya terbatas pada senang atau sedih. Jenis perasaan lain yang perlu dikenalnya adalah rasa takut, sayang, bersemangat, senang, cemas atau sedih. Selain memahami perasaan sendiri, anak juga diharapkan dapat memahami perasaan orang lain, sehingga ketika menun18 jukkan perasaannya, sudah mempertimbangkan perasaan orang lain. Misalnya, ketika marah, ia tidak boleh berteriak dan memukul, karena hal itu menyakiti orang lain.

Memulai dan mempertahankan hubungan dengan orang-orang di sekitarnya.
Anak sudah bisa bercerita atau mendengarkan orang lain. Keterampilan ini diperlukan dalam berteman, sehingga tidak heran bila di usia ini anak sudah dapat berteman.

Menghindari bahaya.
Anak diharapkan paham hal-hal yang membahayakan, seperti api, lalu lintas, tempat tinggi, racun, binatang, kolam yang dalam, dan sebagainya. Ia juga perlu paham apa yang harus dilakukan untuk menghindari bahaya sesuai usianya. Contoh, anak diajarkan cara menyeberang jalan, menghadapi anjing, atau menolak tawaran orang asing.

Berani menunjukkan keinginannya.
Anak mampu bercakap-cakap. Ia juga memiliki rasa ingin tahu yang besar, sehingga kebanyakan anak sudah mampu menyampaikan pemikirannya, bertanya, dan berinisiatif melakukan sesuatu
Mulai memahami tentang dirinya sendiri, konsep Tuhan dan benda-benda di sekitar.
Misalnya, perbedaan jenis kelamin, cara kerja suatu alat atau paham tentang benda-benda alam (bintang, matahari).

D.   TANTANGAN MENGASUH ANAK USIA DINI DAN CARA MENGATASINYA
Baik sekolah maupun ibu-ayah, pada dasarnya memiliki keinginan yang sama dalam mendidik dan mengasuh anak usia dini, yaitu menyiapkan anak untuk menghadapi kehidupan. Hanya saja, sekolah lebih khusus menyoroti kesiapan anak menghadapi pelajaran di SD, sedang ibu-ayah menyoroti kesiapan anak menghadapi tantangan dalam kehidupannya secara keseluruhan. Adanya kesamaan tujuan ini seharusnya membuat kedua pihak dapat saling bahu membahu dalam mengembangkan kemampuan anak usia dini.
Memang, tidak mudah mengasuh anak pada usia ini. Setelah mengetahui kemampuan apa yang harus dicapai anak di usia ini, ibu dan ayah juga perlu tahu masalah yang sering muncul pada usia ini dan cara mengatasinya. Berikut adalah berbagai tantangan yang sering dihadapi orangtua berkaitan dengan perkembangan anak usia 3—6 tahun dan cara mengatasinya.
Ø    Tantangan
Anak sangat aktif, tidak bisa diam, sehingga membutuhkan perhatian lebih. Hal ini sering melelahkan ibu dan ayah.
Saran Tindakan :
1. Anak menjadi sangat aktif karena rasa ingin tahunya. Untuk membuatnya mau memusatkan perhatian lebih lama pada suatu kegiatan, pikirkan kegiatan bermain yang menarik. Mengajak bermain juga dapat mengajari anak akan banyak hal.
2. Berikan fasilitas bermain sesuai dengan usianya. Tidak perlu mahal, karena banyak barang yang dapat dimanfaatkan. Cari barang yang menarik perhatian dan dapat digunakan untuk belajar sesuatu, tetapi aman.
3.  Contoh, kotak karton mi instan dipakai bermain rumah-rumahan.
4. Sempatkan diri untuk beristirahat, karena memang mengikuti aktivitas anak sering membuat kita lelah.

Ø  Tantangan
Dalam beraktivitas (berkegiatan), anak belum bisa memperkirakan bahaya, sehingga selalu harus dijaga.
Saran Tindakan :
1. Perhatikan lingkungan rumah, cari alat-alat yang membahayakan anak, lalu jauhkan atau simpan di tempat yang aman. Selain itu, ubah tata ruang bila memang membahayakan. Contoh, buatlah tempat penyimpanan khusus untuk pisau, linggis, cangkul, gergaji dan benda-benda tajam lain; tumpulkan sudut-sudut meja, terutama meja kaca; berikan pagar pengaman di tangga
2.  Jelaskan pada anak tentang bahaya dan ajarkan cara menghindarinya
3. Misalnya, naik ke tempat tinggi akan membuatnya jatuh, jadi ajarkan cara memanjat yang benar.
4.  Manfaatkan bantuan orang lain untuk membantu menjaga anak, tetapi jangan lupa untuk memberi tahu apa yang harus dan tidak boleh dilakukan, selain juga harus tetap “memeriksa” sesekali.

Ø  Tantangan
Anak belum bisa mematuhi jadwal kegiatan rutin dan mulai suka melawan atau menghindar bila diminta melakukan sesuatu
Saran Tindakan :
Hindari hukuman dalam mengajarkan disiplin, untuk itu lakukan :
1.  Pertama kali, tentukan perilaku yang ibu-ayah harapkan.
2. Jelaskan pada anak, mengapa hal itu harus dilakukan. Semakin konkret penjelasannya, semakin mudah dipahami.
3.  Bantu anak untuk mengikuti jadwal atau perilaku yang telah ditetapkan.
4. Berikan pujian ketika anak mampu melakukannya, bahkan ketika perubahan yang terjadi amat sedikit.
5. Sepakati hadiah di awal. Hadiah tidak perlu mahal. Contoh, bila dalam 1 minggu minimal ia menyikat gigi sebelum tidur sebanyak 5 kali, akan diberi 1 buah ikat rambut. Anak-anak selalu senang melakukan sesuatu untuk hadiah
Ø  Tantangan
Anak sering bertengkar dengan temannya.
Saran Tindakan :
1. Di usia ini anak memang sedang belajar membina hubungan sosial, terutama dengan teman. Agar dapat berteman, paling tidak ia harus belajar berbagi dan menunggu giliran. Jadi, biasakan anak untuk melakukannya di rumah, baik dengan ayah, ibu maupun anggota keluarga lain.
2. Jelaskan pada anak, apa yang diharapkan untuk dilakukannya dalam situasi itu, misalnya meminta pada teman, bukan merebut.
3. Beri kesempatan pada anak untuk menceritakan situasi sebenarnya. Dalam menceritakan, terdapat hal penting yang sangat berarti bagi anak, yaitu kesempatan menunjukkan emosinya. Tunjukkan bahwa ibu-ayah memahami emosinya, misalnya dengan mengatakan, “Anak Ibu sepertinya sedih sekali mainannya direbut ya?”
4. Jelaskan kemungkinan-kemungkinan mengapa hal itu dapat terjadi, seperti, “Mungkin Dodi marah karena kamu memukul tangannya, Nak.”
5. Ajarkan cara mengatasinya. Bahkan ajarkan kata-kata yang harus diucapkan untuk mengatasi situasi pertengkaran itu.
6. Bila memungkinkan, fasilitasi anak untuk memperbaiki hubungannya dengan temannya, dengan mengutamakan keadilan. Cara ibu-ayah mengatasi masalah akan ditirunya dan hal itu membuat anak belajar menghadapi masalah dalam hubungan pertemanan
7. Selalu berikan pujian pada anak ketika ia melakukan suatu tindakan yang sudah sesuai.

Ø  Tantangan
Anak masih suka mengamuk dan berlebihan ketika mengekspresikan (mengungkapkan) perasaannya.
Saran Tindakan :
1. Anak-anak menjadi berlebihan dalam mengekspresikan emosi (berteriak, menangis keras, mengamuk, berguling-guling di lantai) karena ketika ia mencoba menarik perhatian ibu-ayah, tidak segera mendapatkannya. Oleh karena itu, tunjukkan perhatian ibu-ayah sejak awal, misalnya dengan menoleh padanya atau mendekat ketika ia memanggil atau mengajak bicara.
2.  Bila sudah mengamuk, jauhkan anak dari benda-benda berbahaya.
3.  Peluk anak atau tunjukkan bahwa ibu-ayah peduli padanya. Emosi anak biasanya akan mereda. Tindakan ibu-ayah menunjukkan kepekaan dan pemahaman atas perasaannya. Ini akan mengajari anak untuk peka pula pada perasaan orang-orang di sekitarnya.
4. Bila anak mulai memukul, tangkap tangannya dan tatap matanya sambil mengatakan “STOP”. Pilih kata yang singkat.
5. Ajak bicara, pahami masalahnya, lalu ajarkan dan bantu anak menyelesaikan masalahnya. Tidak berarti aibu-ayah harus selalu mengikuti kemauannya, lo. Misalnya, ia ingin es krim, padahal tidak boleh karena sedang pilek. Alihkan dia pada makanan yang memungkinkan.
6. Dalam suasana yang sudah menyenangkan, ajarkan cara meminta perhatian ibu-ayah tanpa perlu berteriak atau marah.

Ø  Tantangan
Mengingat anak mulai bersekolah, ibu-ayah sering cemas tentang biaya pendidikan untuk anak.
Saran Tindakan :
1. Persiapkan anggaran sedini mungkin, bahkan sejak ananda masih bayi, agar upaya menabung tidak dirasa memberatkan.
2. Pisahkan tabungan untuk pendidikan agar memudahkan ibu-ayah mengatur anggaran keuangan keluarga.
3. Realistis dalam merencanakan anggaran. Hitung dulu seberapa besar penghasilan ibu-ayah, baru kemudian tentukan rencana yang paling mungkin dicapai.
4. Tentukan prioritas. Jika kebutuhan hidup sangat banyak dan sulit untuk menyisihkan dana pendidikan ananda, maka kurangi beberapa pos pengeluaran yang tidak terlalu penting, seperti belanja pakaian dan jajan yang tak perlu.
5.  Pilih cara menyimpan dana pendidikan. Umumnya dana pendidikan diatur dengan menabung atau membeli asuransi. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pelajari keduanya dan pilih yang paling sesuai untuk ibu-ayah,

Ø  Tantangan
Anak sering meniru perilaku ibu dan ayah. Misalnya, ketika ia menegur kakak untuk tidak ribut, sangat mirip dengan ayah, lengkap dengan tangan yang menunjuk-nunjuk.
Saran Tindakan :
Anak-anak pada usia ini memang sedang senang meniru. Ketika meniru, sebenarnya ia sedang mengembangkan kemampuan sosialnya. Dalam perkembangan sosialnya, ibu dan ayah memang memiliki pengaruh yang besar. Peran yang dijalani ibu dan ayah dalam membantu perkembangan sosial anak adalah sebagai :
1.  Lawan bicara. Mengajak anak bicara, berarti mengajari dan mendorongnya      untuk berinteraksi dan menjalin hubungan.
2.  Pelatih. Ibu-ayah memang merupakan pelatih dan contoh bagi anak tentang      bagaimana cara menjalin hubungan dengan orang di sekitarnya.
3.  Sebagai orang yang mencarikan kesempatan dan aktivitas bagi anak agar          kemampuan bersosialisasinya berkembang. Terkadang anak-anak tidak berani bicara dengan orang lain. Ketika ia diminta untuk bersalaman, mengucapkan terima kasih atau menyebut nama, ibu dan ayah telah memberinya kesempatanan untuk menjalin hubungan dengan orang lain.

Sumber Bacaan
The Process of Parenting oleh J. Brook. Penerbit: Mc. • Graw-Hill, tahun 2008
Marriage and Family Development oleh E. Duvall. • Penerbit: J.B. Lippincott Company. tahun 1977
Child Development oleh Laura E. Berk. Penerbit: • Pearson Education Inc., tahun 2003
The Big Book of How to Say It oleh Dr. Paul Coleman & • Richard Heyman, Ed. D. Penerbit: Prentice Hall Press, tahun 2001
28 Sukses Mengasuh Anak 3-6 Tahun

Amy Kadarharutami, M.Psi

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011

*****


Komunikasi Ayah dan Anak






KOMUNIKASI DENGAN ANAK USIA DINI
                                    
Komunikasi yang terjalin antara ibu dan ayah dengan anak sering kali tidak berjalan selaras. Padahal, ketidakselarasan komunikasi ini selanjutnya dapat berdampak pada perilaku anak di masyarakat. Anak bisa mencari pelarian yang salah di luar rumah (lingkungan) karena anak merasa ibu dan ayahnya tidak dapat mengerti permasalahan yang dihadapinya. Ketidakselarasan komunikasi antara ibu-ayah dan anak biasanya disebabkan oleh adanya perbedaan dunia anak dengan dunia orang dewasa. Tentunya bukan anak yang harus menyesuaikan, melainkan ibu-ayahlah yang seharusnya memahami.
Mama dan Papa tercinta, sebelumnya mari kita lihat sebuah data survei yang menggemparkan dari KOMNAS Perlindungan Anak Indonesia terhadap anak-anak SMP dan SMU di 12 kota besar di Indonesia, tahun 2007 tentang perilaku menyimpang pada remaja. Dari 4.500 anak SMP dan SMU, 3.000 di antaranya mengaku sudah tidak perawan! Bahkan, ada pula (21,2%) yang pernah menggugurkan kandungan!
Para pakar pendidikan menyimpulkan, sebagian besar hal ini terjadi awalnya disebabkan oleh kurangnya komunikasi ibu-ayah dengan anak sejak usia dini, yang kemudian terkumpul dan membesar. Pengakuan dari salah seorang anak mengungkap bahwa mereka melakukan hal itu tanpa sepengetahuan orangtuanya, selain itu beberapa melakukannya karena merasa kurang diperhatikan oleh orangtuanya. Kurangnya komunikasi antara ibu-ayah dengan anaknya membuat anak merasa kurang diperhatikan sehingga mereka mencari sumber perhatian dan kasih sayang yang lain.
Sebagai orangtua, kita merasa sudah memberikan perhatian dan kasih sayang cukup. Sering kali kita tidak mau menyadari kesalahan kita dan cenderung lebih menyalahkan anak atas perbuatannya tersebut. Hingga akhirnya bisa berakibat fatal dan hal ini tentu akan sangat merugikan kita maupun anak.

Apakah komunikasi itu?
Secara umum komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau pertukaran kata-kata/gagasan dan perasaan, di antara dua orang atau lebih.
Pada anak usia dini, berbicara adalah salah satu contoh dari bentuk komunikasi. Contoh lainnya, seorang bayi berusia 3 bulan menangis keras, ibunya datang menghampiri dan memeriksa popok bayi yang ternyata basah. Tangisan si bayi merupakan bahasa komunikasi yang digunakannya untuk menyampaikan pesan.
Mengapa diperlukan komunikasi dengan anak sejak usia dini?
Anak usia dini memiliki karakteristik yang unik. Mereka berpikir konkrit (nyata) dan lebih percaya dengan apa yang mereka lihat daripada yang mereka dengar. Ibu dan ayah yang memiliki keterampilan berkomunikasi akan mampu :
  1. Mengenali anak-anak dengan lebih baik lagi;
  2. Mengetahui keinginan dan minat anak;
  3. Dapat menjelaskan suatu pengetahuan, nilai agama, nilai moral, nilai sosial pada anak dengan cara yang lebih mudah;
  4. Menjadi lebih percaya diri dalam berkomunikasi sehingga menjadi berhasil guna;
  5. Mengetahui pentingnya komunikasi bagi anak usia dini;
  6. Mampu mengembangkan kecerdasan bahasa;
  7. Mampu belajar tentang pengetahuan sekitarnya;
  8. Mampu membangun kecerdasan sosial emosional;
  9. Mampu menjalin hubungan kekeluargaan, mengembangkan kepercayaan diri dan harga diri anak;
  10. Mampu meningkatkan kecerdasan berpikir anak untuk membedakan benar-salah;
  11. Mengembangkan kepedulian terhadap lingkungan dan alam sekitar;
  12. Mengenalkan pada Tuhan Maha Pencipta;
  13. Sebagai alat untuk menyelesaikan masalah;
Karakteristik1 anak usia dini dalam berkomunikasi :
  1. Anak berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan isyarat tubuhnya.
  2. Kemampuan bahasa anak terus didorong untuk membantu anak dalam mengungkapkan keinginan dan menjalin hubungan dengan orang lain.
Awal Kata dan Kalimat Pada Komunikasi Anak Usia Dini
Kata-kata pertama adalah ucapan seorang anak setelah mampu bicara dengan orang lain. Kata-kata pertama merupakan cara seorang anak untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, biasanya dianggap sebagai proses perkembangan bahasa yang dipengaruhi oleh kematangan kecerdasan. Kematangan kecerdasan tersebut biasanya ditandai dengan kemampuan anak usia dini untuk menyusun kata dalam berbicara. Kemampuan ini akan terus berkembang jika anak usia dini sering berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain.
Perkembangan kalimat pada anak usia lima tahun pertama :
1. Tahap Awal Bahasa di Usia 0—1 Tahun
Ditandai dengan kemampuan bayi untuk mengoceh sebagai cara berkomunikasi dengan ibu dan ayahnya. Bayi mampu memberikan respon atau tanggapan yang berbeda-beda terhadap perangsangan yang diberikan oleh orang di sekelilingnya. Contoh, bayi akan tersenyum kepada orang yang dianggapnya ramah; sebaliknya, dia akan menangis dan menjerit kepada orang yang dianggap tidak ramah atau ditakutinya.
2. Tahap Bahasa Dini di Usia 1—2½ Tahun
Ditandai dengan kemampuan anak membuat kalimat menggunakan satu kata maupun dua kata dalam suatu percakapan dengan orang lain. Periode ini terbagi atas 3 tahap, yaitu :
a. Bicara satu kata, yaitu kemampuan anak membuat kalimat yang terdiri dari satu kata tetapi mengandung pengertian secara menyeluruh dalam suatu percakapan. Misal, ananda mengatakan, ”Ibu.” Hal ini dapat berarti, “Ibu tolong saya.”; ”Itu Ibu.”; ”Ibu ke sini.”
b. Bicara dua kata, yaitu kemampuan anak membuat kalimat menggunakan dua kata sebagai ungkapan komunikasi dengan orang lain. Contoh, “Kakak jatuh.”; “Lihat gambar.”
c. Bicara lebih dari dua kata, yaitu kemampuan anak membuat kalimat secara lengkap lagi. Umpama, ”Saya minum susu.”
3. Tahap Bahasa usia 2½—5 Tahun
Ditandai dengan kemampuan anak menguasai bahasa yang lebih lengkap. Ragam kata dan jumlahnyapun sudah berkembang. Contoh, “Saya mau makan buah melon.”; ”Saya kemarin pergi ke rumah nenek di Bandung.”

Bentuk-Bentuk Komunikasi Berdasarkan Cara Pengasuhan Orangtua 
A. Bentuk Komunikasi Otoriter (Memaksakan Kehendak)
Saat anak usia dini berkomunikasi, berbincang, maupun berdebat dengan kita, sering kali seorang anak merasa kesal, marah, dan berakhir dengan keterpaksaan anak menerima pendapat kita. Ini disebabkan sering kali anak dianggap sebagai orang yang tak tahu apa-apa dan harus menurut apa kata dan kehendak kita. Hal tersebutlah yang membuat anak enggan berkomunikasi dengan kita, karena sudah dapat diketahui hasil akhirnya: anak harus menuruti kehendak ibu dan ayahnya.
Inilah bentuk komunikasi otoriter yang tidak disukai anak usia dini. Ciri-cirinya saat sedang menjalin komunikasi bisa dilihat sebagai berikut :
a.   Lebih banyak bicara daripada mendengar, ini merupakan sifat kebanyakan ibu dan ayah. Kita merasa lebih mengerti dan lebih berpengalaman daripada anak kita. Padahal ini dapat membuat anak putus asa dan enggan menjalin komunikasi yang lebih baik dengan kita.
b.  Cenderung memberi nasihat dan arahan, tanpa memedulikan perbedaan masa lalu kita dengan masa anak. Kita cenderung mengatakan ini boleh atau itu tidak boleh dan mengharuskan anak mematuhi tanpa menjelaskan alasan dan sebab akibat jika mereka melakukannya. Tak jarang kita memberikan alasan yang tidak dipahami anak kita.
c.   Tidak mau mendengar dan memahami dahulu masalah yang dialami anak. Hal ini biasanya lebih dikarenakan keterbatasan waktu yang kita miliki, sehingga kita enggan berlama-lama mendengarkan masalah anak kita.
d.  Tidak memberi kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pendapat. Kita cenderung merasa paling tahu dan paling benar daripada anak.
e.   Selalu menyalahkan anak. Jika anak melakukan kesalahan, kita tidak meminta penjelasan mengapa ia melakukan hal itu dan mengapa ia tidak boleh melakukan hal itu.
f.   Ibu dan ayah yang budiman, itulah gaya komunikasi otoriter atau komunikasi yang memaksakan kehendak pada anak usia dini dan hal ini tidak disukai oleh anak-anak kita.

B. Bentuk Komunikasi Demokratis (Saling Menghargai)
Kita harusnya mampu menjadikan saat berkumpul dan berbincang dengan keluarga sebagai saat yang berkesan bagi anak, meski itu hanya beberapa menit dalam sehari. Yang perlu kita pahami adalah setiap anak memiliki keinginan untuk dihargai dan pendapat yang mungkin berbeda.
Hal-hal yang bisa ibu dan ayah lakukan dalam menciptakan komunikasi yang berkesan dengan anak, antara lain :
1.   Anggap anak sebagai teman. Berikan perhatian dan kasih sayang pada saat ia menceritakan kisahnya, berikan tanggapan selayaknya seorang teman dan bukan sebagai orangtua yang mengatur hidup anaknya.
2.  Puji keberhasilan-keberhasilan kecil yang telah dilakukan anak. Hal ini akan membuat anak merasa dihargai dan bisa membuat bangga keluarga, juga dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya.
3.  Hargai apa yang telah dilakukannya pada kita. Mungkin hanya sekadar perbuatan kecil, seperti mengembalikan mainan pada tempatnya, menata sepatu di raknya, dan sebagainya.
4.  Gunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak, bila perlu kita cari ungkapan yang paling sederhana agar ia dapat menangkap maksud tanpa salah mengartikan perkataan kita. Selain itu, gunakan kata-kata yang menarik saat berbicara dengannya dan sertai dengan canda-canda kecil agar ia tidak merasa tertekan.
5.  Yakinkan pada anak, kita bisa diandalkan. Tentu tidak hanya sebatas kata-kata, melainkan harus diwujudkan dengan perbuatan. Jadilah kita sebagai ibu dan ayah yang dapat diandalkan dan selalu ada di saat-saat ia sedang membutuhkan bimbingan, dorongan atau hanya sekadar pujian.
6.  Ungkapkan dengan perbuatan. Adakalanya komunikasi tidak terjalin melalui kata-kata namun tidak berarti komunikasi tidak terjalin. Untuk menunjukkan kasih sayang bisa diungkapkan melalui sentuhan, memeluk, membelai, menatap dengan lembut ataupun mencium. Hal ini bisa membuat anak merasa disayang dan diperhatikan.
7.  Ibu dan ayah terkasih, bila komunikasi demokratis yang saling menghargai ini dilakukan, anak akan menyukainya dan akan menjadi komunikasi yang berkesan.

C. Bentuk Komunikasi Permisif (Membiarkan)
Kita cenderung membiarkan anak, tidak peduli, dan kurang sekali terlibat saat berkomunikasi dengan anak. Biasanya kita kurang menggunakan hak kita untuk membuat aturan dan cenderung menerapkan hukuman pada anak, namun tidak membimbing dan memberikan peran anak dalam keluarga.

Tips Berkomunikasi dengan Anak
Ibu dan ayah yang berbahagia, berkomunikasi dengan anak usia dini berbeda dari berkomunikasi dengan remaja maupun orang dewasa. Pemikiran anak cenderung lebih sederhana, konkret (nyata), penuh khayal, kreatif, ekspresif2, aktif, dan selalu berkembang. Untuk itu, ibu dan ayah harus dapat menyesuaikan cara berkomunikasinya dengan anak-anak (bukan anak-anak yang harus menyesuaikan dengan ibu dan ayahnya). Dalam bahasa lain, kita menerapkan komunikasi demokratis atau yang saling menghargai.
Untuk membuat anak usia dini merasa nyaman saat berkomunikasi dengan ibu dan ayah, upayakanlah menerapkan hal-hal berikut :
1.   Dengarkan apa yang diceritakan ananda dan pancing untuk lebih banyak bercerita. Ia senang sekali menceritakan pengalaman-pengalaman yang baru dilaluinya dan ia akan bersemangat bercerita, jika ibu-ayah mendengarkan dan tertarik dengan apa yang diceritakannya.
2.  Saat ananda sedang menceritakan sesuatu, fokuskan perhatian pada ceritanya. Hentikan sejenak kegiatan yang ibu-ayah lakukan, ajak ia mendekat dan dengarkan dengan saksama. Jika perlu, beri sedikit tanggapan.
3.  Ulangi cerita ananda untuk menyamakan pengertian, karena mungkin bahasa anak berbeda dengan bahasa kita, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami cerita anak.
4.  Bantu ananda mengungkapkan perasaannya dengan bertanya. Jika ananda masih bingung tentang apa yang dirasakannya, apa yang membuatnya sedih atau gembira, maka dengan meminta ia bercerita akan membuatnya merasa diperhatikan.
5.  Bimbing ananda untuk memutuskan sesuatu yang tepat. Jelaskan akibat apa yang akan terjadi jika ia mengambil suatu keputusan, jelaskan sebab dan akibat dari keputusan itu secara sederhana agar mudah dimengerti olehnya.
6.  Emosi ananda yang masih belum stabil membuat ia mudah marah. Tunggu sampai ia tenang, baru dekati dan tanyakan apa yang mengesalkan hatinya. Jangan sampai membuat ananda merasa sedang diabaikan atau tak diacuhkan.
7.  Saat berkomunikasi dengan anak usia dini, ibu dan ayah tak perlu malu, misalnya harus berperan sebagai badut di depan anak, jika dengan cara itu anak akan lebih bisa memahami dan mengerti apa yang ibu-ayah maksudkan.
Komunikasi dengan anak yang dijalin sejak dini dapat memudahkan dalam mendidik dan mengarahkan anak usia dini. Yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Ibu-Ayah Ketika Berkomunikasi dengan Anak

I. Hindari dan tidak dilakukan :
A. 12  gaya berkomunikasi negatif sebagai berikut :
1. Memerintah                              7. Menyalahkan
2. Meremehkan                            8. Menasehati
3. Membandingkan                       9. Membohongi
4. Memberi julukan negatif        10. Menghibur
5. Mengancam                              11. Mengkritik
6. Menyindir                                 12. Menyelidik
Bila salah satu gaya itu dilakukan, maka :
-  Anak usia dini tidak percaya pada perasaannya sendiri.
-  Anak usia dini tidak percaya diri.

B. Berbicara tergesa-gesa.
Karena :
-  Kemampuan anak usia dini menangkap pesan masih terbatas.
-  Tidak memberi kesempatan pada anak usia dini untuk memahami pesan.
Bila hal tersebut dilakukan, maka:
-  Anak usia dini tidak memahami pesan.
-  Terjadi banyak kesalahan dalam proses pengasuhan, akhirnya ibu-ayah jadi sering marah.

II. Yang boleh dilakukan :
A. Membaca bahasa isyarat tubuh (perilaku anak).
Karena:
-  Bahasa tubuh atau perilaku anak lebih mudah dilihat dan tidak pernah berbohong.
-  Bahasa tubuh lebih nyata dibandingkan dengan bahasa lisan.
Bila hal tersebut tidak dilakukan, maka:
-  Kita tidak akan memahami anak.
-  Anak usia dini lebih mudah emosi/marah.

B. Mendengarkan ungkapan perasaan anak.
Dengan kita mendengarkan ungkapan perasaan anak berarti:
-  Mengurangi emosi anak.
-  Merangsang kemampuan berbicara.
Caranya:
-  Kita ikut merasakan kesedihan, kegelisahan, dan kesenangan anak.

C. Mendengarkan aktif.
Untuk membangun anak dalam hubungan sosialnya dan kepercayaan dirinya.
Caranya:
-  Dengarkan dengan sungguh-sungguh sepenuh perasaan.
- Wajah ibu-ayah menghadap langsung ke wajah anak, dengan pandangan mata sejajar.

D. Menggunakan pesan sayang.
Untuk melatih anak memahami perasaan orang lain.
Caranya:
-  Ungkapkan perasaan sayang (positif) ibu-ayah kepada anak. Contoh, ”Ibu khawatir kalau kamu berlari-larian seperti itu, nanti kamu bisa terjatuh, Nak.” Atau, “Ayah sayang kamu, Nak. Karena itu Ayah sedih kalau kamu suka memukul temanmu.”

E. Menggunakan kata motivasi
Gunakan kata ”ayo”, ”coba”, ”mari”, ”silakan” untuk menggantikan kata ”jangan” dan ”tidak”. Catatlah berapa kali dalam sehari ibu dan ayah menggunakan kata ”tidak”, ”sudah”, ”berhenti”, ”jangan”, ”tunggu”, ”ayah/ibu bilang apa”. Gantilah kata-kata tersebut dengan kata-kata positif dalam komunikasi:
  • Untuk memberikan motivasi dan dukungan, kata ”ayo”, ”coba”, ”mari”, ”silakan” dapat membantu anak usia dini mencoba melakukan. Sedangkan kata ”jangan” dan ”tidak boleh” kadang malah dapat mendorong anak melakukan perlawanan, penolakan atau ingin mencoba. Contoh kalimat larangan, ”Jangan naik pohon, nanti jatuh!” Dapat diganti dengan kalimat ajakan, “Ayo, kita bermain di bawah pohon saja, pasti lebih menyenangkan.”
  • Untuk menggantikan kalimat larangan harus diberikan pilihan yang dapat dipilih anak. Misalnya, seorang anak bernama Ade, meloncat-loncat di atas kursi, maka kalimat yang kita gunakan, misalnya, “Ade boleh duduk di atas kursi atau boleh meloncat di atas karpet ini.”
F. Menggunakan kalimat dan kata-kata positif.
Mengajak dengan menggunakan kalimat positif dan melarang dengan alasan yang bisa dipahami anak.
Contoh:
  • Anak mau naik pohon yang basah karena hujan. Kalimat yang biasa digunakan adalah, ”Kamu jangan naik pohon, nanti jatuh.” Sebaiknya ganti dengan kalimat, ”Nak, coba lihat, pohon ini licin karena hujan semalam, kamu bisa terpeleset dan jatuh kalau naik pohon ini.” Atau, ”Pohon ini licin karena hujan semalam, kamu bisa terpeleset dan jatuh kalau memanjatnya, jadi sebaiknya kamu tidak naik pohon ini.”
  • Anak berjalan dengan menyeret selimutnya. Kalimat yang biasa digunakan, ”Selimutnya jangan diseret-seret begitu, nanti jadi kotor.” Gantilah dengan kalimat positif berikut, ”Maaf, Nak, selimutnya sebaiknya tidak diseret-seret begitu, nanti jadi kotor.” Atau, ”Maaf, Nak, angkat selimutnya supaya tetap bersih.”
G. Membiasakan mengucapkan kata “terima kasih”, “permisi”, ”maaf” dan ”minta tolong”     
    pada anak sesuai dengan kejadiannya.
Contoh:
·  “Terima kasih ya, Nak, Bunda dibantu merapikan mainan.”
·  “Permisi ya, Nak, Ibu ke dapur sebentar.”
·  “Maaf, Nak, kita bermainnya sudah cukup dulu, sekarang waktunya mandi.”
·  “Nah, Ayah minta tolong, sampahnya dibuang di tempat sampah, ya.”

H. Mengembangkan pertanyaan terbuka.
Untuk melatih berpikir kritis dan kecerdasan anak usia dini.
Caranya :
·      Ajari anak membedakan perbuatan baik dan buruk.
Contoh : Ketika anak menonton film kartun Tom and Jerry, tanyakan kepadanya, ”Nak, menurutmu, perbuatan Tom dan Jerry yang selalu berkelahi itu, baik apa tidak ya? Sebaiknya bagaimana, ya?”
·      Ajari anak membedakan benar dan salah.
Contoh, ”Nak, sebaiknya kita membuang sampah di mana, ya?”

I. Menggunakan kata-kata yang benar.
Untuk melatih anak memiliki pengetahuan tentang tata bahasa yang benar, kita tidak dibenarkan mengikuti atau menirukan kata-kata anak yang masih belum jelas, atau pemenggalan kata yang tidak utuh. Contoh: kata ”mam-mam” untuk ”makan”, ”embin” atau ”obin” untuk ”mobil”, dan sebagainya.
Jadi, kita harus mengucapkan kata dengan istilah yang sebenarnya dan jelas. Contoh, kita mau meminta anak usia dini menirukan kata ”makan”. Jangan katakan, ”Nak, agar kamu jadi kuat dan sehat, kamu harus ma....” (mengharap anak melanjutnya dengan suku kata ”kan”). Seharusnya kita mengatakan, ”Nak, agar kamu jadi kuat dan sehat, kamu harus makan. Harus apa, Nak?”, dengan harapan anak akan mengatakan ”makan”. Jadi, gunakan kata yang utuh.

J. Memberikan contoh perbuatan dari orangtua.
Apa yang dilihat anak akan dilakukan, karena anak lebih percaya pada apa yang dilihat daripada didengar. Jadi, sebaiknya ibu dan ayah memberikan contoh perbuatan secara langsung pada anak.
Antara lain:
·  Pembiasaan menggosok gigi saat anak telah tumbuh giginya. Ibu dan ayah menggosok gigi di dekat anak, anak diberikan sikat gigi yang sesuai dan dapat memotivasinya untuk mencoba, misalnya sikat gigi dengan bentuk dan gambar-gambar lucu.
·  Pembiasaan membuang sampah di tempat sampah. Ibu dan ayah menunjukkan sambil berkata, ”Kalau membuang sampah harus di tempat sampah.”
·  Pembiasaan merapikan mainan. Ibu dan ayah memberikan contoh merapikan mainan, lalu anak diminta melanjutkan sampai tuntas. Atau, ibu-ayah mengajak dan anak merapikan mainan bersama-sama, ”Nak, ayo kita simpan kembali mobil-mobilan ini di kotak mainannya.”
·  Pembiasaan membaca. Ibu dan ayah seringlah membaca buku, majalah, atau koran di dekat anak. Sediakan buku cerita bergambar yang sesuai dengan usia anak untuk merangsang anak tertarik dengan buku dan akhirnya jadi gemar membaca.

PESAN UNTUK IBU - AYAH :
Ibu dan ayah yang budiman, apa pun yang didengar dan dilihat oleh anak usia dini, merupakan rangsangan yang akan diolah dan disimpan dalam ingatannya. Marilah kita memberikan contoh yang nyata dan hindari penggunaan kata-kata yang tidak layak didengar maupun sikap yang tidak layak dilihat olehnya. Untuk itu, dalam berkomunikasi dengan anak, ibu dan ayah harus memerhatikan karakter anak usia dini, agar komunikasi menjadi berhasil guna. Komunikasi harus dibina sedini mungkin dan dilandasi oleh pengertian dari ibu-ayah. Tentunya, komunikasi yang dapat dilakukan tidak hanya sebatas pada percakapan semata, tetapi juga bisa diwujudkan melalui perbuatan, seperti sentuhan, belaian, ciuman, perhatian, dan kata-kata positif.
Aturan yang konsisten3 merupakan bentuk komunikasi tidak langsung, yang berperan dalam proses pembiasaan anak selanjutnya. Jadi, ibu dan ayah harus menjaga konsistensi tentang semua aturan yang disepakati dan pembiasaan yang dilakukan bersama anak. Jika kesepakatan aturannya tidak boleh, maka kita pun tidak boleh melakukannya. Ingatlah, pada dasarnya anak hanya ingin merasa diperhatikan dan disayang oleh ibu-ayahnya.
Ibu dan ayah tercinta, komunikasi kita yang berkualitas pada anak usia dini akan membuat mereka mampu mengenal dan membedakan benar salah, memudahkan dalam mengetahui akar persoalan, serta memberikan kepentingan yang terbaik untuk anak. Harapannya, di masa yang akan datang, anak tidak salah dalam memilih pergaulan di luar rumah dan tidak mencoba-coba sesuatu yang membahayakan, baik bagi dirinya maupun lingkungannya.
Selamat menjalin komunikasi dengan ananda tercinta!

DAFTAR ISTILAH
1. Karakteristik = ciri-ciri khusus,
2. Ekspresif = mampu memberikan (mengungkapkan) perasaan, maksud
3. Konsisten = ajek, stabil,

SUMBER BACAAN
Perilaku menyimpang remaja, Data survey KOMNAS • Perlindungan Anak Indonesia, tahun 2007
Episentrum, Psikologi (Psychological Assessment, • Counseling).htm
Modul Komunikasi Dalam Pengasuhan Anak Usia Dini, • Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Non-Formal Dan Informal, Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia, th.2008
Psikologi Perkembangan, Hurlock, E. B.. Alih bahasa: • Dra. Istiwidayanti dan Drs Soedjarwo, M.Sc.: Erlangga Jakarta th.1993
Hubungan antara Gaya Pengasuhan Orang Tua dengan • Tingkah Laku Prososial Anak, Mahmud, H. R. Jurnal Psikologi. Vol II. No. 1, h. 1-9: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, tahun 2003.
I love You Ayah Bunda, Kumpulan Kisah Inspirasi • Pendidikan dan Parenting Terbaik Ayah Edy di Radio SMART FM. Tahun 2009
Dedy Andrianto, S.Kom

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011
*****

 Surat Ucapan Selamat dari Kak Dewi Hughes

Selamat bergabung di keluarga Besar Little 1 Academy.. Sebuah keluarga baru yang mengusung tinggi kasih sayang dan keunikan setiap anak. Terimakasih juga sudah berkenan membaca surat dari Saya. 

Mama dan Papa,
Oma dan Opa,
Om dan Tante,
Terimakasih Anda telah sepakat dan berjanji untuk meluangkan 2 jam waktu Anda dalam setiap harinya untuk secara aktif mendampingi Buah Hati Anda di dalam kelas. Terimakasih, telah bersungguh- sungguh dan  dan bersemangat mendampingi setiap detik berharga yang dilewati Buah Hati Anda.

Saya menyampaikan penghargaan yang sangat tinggi Bagi Para Orang Tua yang sadar betul arti penting masa Usia Dini ( sejak dalam kandungan sampai usia 8 tahun) melalui Program PAUD ( Pendidikan Anak Usia Dini).

Saat Kami menetapkan peraturan sekolah Bahwa ORANG TUA WAJIB MENDAMPINGI ANAK DALAM SELURUH PROSES BELAJAR, BERMAIN dan BEREKSPLORASI  DI KELAS
.
Banyak Orang Tua yang bertanya, menolak, berdalih sibuk dan bahkan berdalih menerapkan disiplin dan kemandirian kepada Anak.
Banyak yang bertanya bukankah anak disekolahkan agar belajar mandiri dan ga cengeng? Bukankah seharusnya Orang Tua harus tega meninggalkan anak dengan orang baru. Bagaimana kalau keluarga kami punya cara  mendidik yang berbeda

Pertanyaan ini wajar karena begitulah gambaran sekolah saat ini. Pendidikan diserahkan kepada Sekolah.
Biasanya saya jawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan analogi berikut:
Bayangkan saat Kita mencuci piring, ketika 'sponge'pencuci piring Kita celupkan ke mangkuk berisi air sabun, dalam hitungan detik (sangat cepat) 'sponge' itu langsung menyedot, menyerap semua atau sebagian besar air sabun di mangkok itu. Semua tanpa terkecuali. Tanpa pilih-pilih.
Demikian pula cara kerja pikiran anak Usia Dini. Seperti Sponge tadi, informasi apapun yang ada dihadapannya akan diserap dan disimpan. Ya, Betul! Tanpa terkecuali, tanpa pilih-pilih. Dan proses ini berlangsung cepat. Daya serap Otak Anak mencapai 80% pada usia dibawah 8 tahun, menurun menjadi 50 % diusia belasan dan terus menurun seiring Usia...

Luar biasa ya,  Otak Anak mempunyai kemampuan  menyerap apa adanya.

saya yakin saya tidak sendirian, banyak Orang Tua juga prihatin kalau membayangkan kehidupan seorang  Anak yang katanya lahir dari Buah Kasih Sayang, ternyata harus hidup tanpa bimbingan orang tuanya. Dimasa pertumbuhan awal Anak, Orang tua sibuk bekerja, atau orang tua ada namun tidak memahami Ilmu Parenting. Tidak sedikit Orang tua menyerahkan pendidikan harian dan Proses Tumbuh kembang Anak kepada Pekerja Rumah Tangga atau Suster.Dia hidup hanya ditemani ' Mba ' di rumah beserta tayangan Televisi non stop yang memperlihatkan drama kehidupan yang berisi kekerasan, pembodohan dan lain-lain. Tentu saja ini berpengaruh bagi tumbuh kembang anak.Anak kemudian tumbuh dewasa dan menjadi ' Pribadi lain', yang sering kali tidak sesuai dengan karakter orang tua.

Merasa sedih dan prihatin saja saya rasa tidak akan menyelesaikan masalah. Saya rasa kita harus ikut berperan aktif, mengambil tindakan nyata agar kita bisa membimbing anak memmpersiapkan diri untuk kehidupan yang layak. Untuk itulah saya ingin' mencuri' dua jam saja setiap harinya bagi Orang Tua secara aktif terlibat dalam kegiatan belajar di kelas. Dengan demikian sisa waktu 22 jam dalam sehari berjalan selaras dengan kegiatan parenting yang kami selipkan di dalam kelas.

Wahhh..., surat saya sudah terlalu panjang ya. Saya akan kirimkan surat lagi untuk Mama dan Papa yang saya titipkan di setiap pertemuan.
Semoga kita selalu bisa menjadi keluarga yang happy dan kompak ya...

Salam sayang saya untuk Buah Hati Anda,
Kak Dewi Hughes 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar